Bila ‘Lingkaran Setan’ sektor properti nasional tidak diselesaikan dengan tepat, cepat dan tuntas, maka sektor properti akan menjadi pemicu utama krisis ekonomi nasional berkepanjangan.
Oleh: Gusti Maheswara
Dari tahun ke tahun, sektor properti nasional selalu menghadapi berbagai tantangan dan harapan, mulai dari tingkat ekonomi sosial yang tidak merata, pasokan bahan material yang terbatas, kebijakan suku bunga perbankan yang turun-naik, serta keterbatasan lahan dan regulasi properti yang dinilai tidak berpihak kepada rakyat.
Sektor properti Indonesia, terbagi dalam dua tema besar yaitu perumahan untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan properti komersial yang diperuntukan bagi kalangan ekonomi atas. Dua tema besar ini, seringkali mengalami perbenturan dalam pelaksanannya. Perbenturan ini, tentu saja terkait dengan tidak adanya kesesuaian antara regulasi properti yang dikeluarkan pemerintah dan kepentingan bisnis yang dimiliki sejumlah pengembang nasional.
Sebagian besar kalangan pengembang menilai sektor properti menjadi ladang investasi yang sangat menggiurkan, tanpa harus mengikuti aturan Pemerintah dan tidak peduli dengan realitas ekonomi MBR.
Spekulasi investasi properti berlebihan yang dilakukan pengembang, berdampak pada merosotnya daya beli masyarakat terhadap properti, khususnya rumah tinggal. Di sisi lain, oknum-oknum kalangan ekonomi atas, sangat agresif membeli rumah, sekaligus properti komersial. Akibatnya, backlog properti sulit mencapai angka terendah, bahkan diprediksi semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Spekulasi Investasi Properti
Spekulasi investasi properti berlebihan yang dilakukan pengembang, berpotensi menciptakan gelembung properti yaitu harga properti semakin meroket tinggi, melebihi nilai intrinsik properti. Bila gelembung properti ini pecah, maka harga properti akan merosot tajam. Investor atau pengembang properti juga pasti mengalami kerugian yang signifikan.
Kebijakan moneter perbankan serta regulasi yang terkait dengan properti, dinilai masih tidak bisa mengatasi ‘Lingkaran Setan’ sektor properti nasional. Contohnya, Bank sentral menilai dengan menurunkan suku bunga perbankan properti, maka akan merangsang perekonomian nasional, terutama meningkatkan daya beli masyarakat terhadap properti. Namun faktanya, suku bunga rendah justru dapat memicu lonjakan pinjaman dan investasi di sektor properti.
Nah, ketika suku bunga bank mulai naik, banyak peminjam yang tidak mampu membayar pinjaman. Akibatnya, kredit macet sektor properti akan memuncak dan terjadi krisis properti nasional. Ditambah lagi dengan hadirnya generasi milenial yang tidak mampu beli rumah, karena penghasilan mereka yang rata-rata setara dengan Upah Minimum Regional (UMR).
Keberadaan penghasilan generasi milenial yang terbatas ini, berdampak pada menurunnya permintaan dan daya beli terhadap properti, sekaligus mengganggu pasar perumahan nasional. Cepat atau lambat, keadaan ekonomi nasional akan semakin memburuk.
Bila ‘Lingkaran Setan’ sektor properti ini tidak diselesaikan secara tepat, cepat dan tuntas, maka sektor properti bisa menjadi pemicu utama yang mengakibatkan krisis ekonomi nasional berkepanjangan.
Penulis Pengamat Properti
Simak dan ikuti terus perkembangan berita dan informasi seputar dunia properti dan bahan bangunan melalui ponsel dan laptop Anda. Pastikan Anda selalu update dengan mengklik koranproperti.com setiap hari.