Persoalan pengadaan rumah untuk MBR, kualitas hunian layak huni dan backlog rumah bisa diatasi, bila kinerja Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) maksimal.
Koranproperti.com (Jakarta) – Tak perlu ada kementerian khsusus perumahan dalam mengatasi berbagai persoalan rumah rakyat, terutama untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Selama ini yang terjadi justru kinerja Kementerian PUPR kurang maksimal.
Sejumlah pihak menegaskan, presiden dan wakil presiden terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka perlu membentuk kementerian khusus perumahan rakyat. Wacana itu muncul dalam acara Forwapera Talkshow yang digelar belum lama ini di hotel Novotel Cikini, Jakarta Selatan.
Mantan Menteri Negara Perumahan dan Permukiman periode 1998-1999, Theo L. Sambuaga mengatakan, keberadaan kementerian perumahan bertujuan untuk melancarkan program 3 juta rumah sekaligus sebagai solusi backlog rumah yang mencapai sekitar 9,9 juta.
“Saya setuju urusan perumahan ini menjadi kementerian tersendiri, di bawah kementerian sendiri,” ujarnya. Menurutnya, permukiman memiliki cakupan yang luas, baik di perkotaan dan juga di desa.
Theo menambahkan perlu ada insentif bagi pihak swasta agar ikut berpartisipasi dalam menyediakan rumah yang layak huni serta harga yang terjangkau, khususnya untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Dia menyarankan pemerintah untuk menggunakan dana BP Tapera dan sumber dana lain dengan perhitungan ekonomi bisnis yang menguntungkan.

Menurut Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) Daniel Djumali, kementerian khusus perumahan akan mempercepat proses pengadaan proyek perumahan, termasuk didalamnya soal perizinan, pendanaan atau pembiayaan. Daniel menilai, program pengadaan rumah untuk MBR perlu didukung melalui kementerian khusus perumahan.
Fokus Rumah MBR
Di tempat yang sama, Wakil Ketua Umum Himpunan Pengembang Perumahan Rakyat (HIMPERRA) Aviv Mustaghfirin mengatakan, kementerian perumahan nantinya akan fokus bekerja dalam pengadaan rumah MBR.
“HIMPERRA merekomendasikan dihidupkannya lagi Kementerian Perumahan Rakyat sesuai amanat UUD 1945. Perumahan adalah kebutuhan dasar warga negara. Kementerian perumahan tidak bisa disatukan dengan pekerjaan umum karena scope tugas yang dikerjakan berbeda,” tukasnya.

Ketua Asosiasi Pengembang Rumah Sederhana Sehat Nasional Jaya (APPERNAS JAYA) Andre Bangsawan mengungkapkan, kementerian khusus perumahan merupakan angin segar bagi para pengembang.
Menurut Andre, siapapun yang jadi menterinya, saat mengalokasikan perumahan yang akan dibangun, harus ada kesepakatan bersama antara developer, pemerintah daerah, dan kementerian perumahan, sehingga bila ada masalah, tidak saling menyalahkan.
Kinerja Kementerian PUPR
Kementerian khusus perumahan rakyat belum diperlukan, terlebih lagi bila tujuannya hanya untuk mengatasi backlog rumah. Inti masalahnya bukan soal percepatan dan target pembangunan rumah rakyat yang dicanangkan Pemerintah, tetapi lebih kepada harga rumah yang dari tahun ke tahun tidak terjangkau oleh kemampuan ekonomi MBR (kenaikan gaji MBR tidak sejalan dengan harga rumah). Belum lagi suku bunga bank (bila melalui KPR) yang relatif masih tinggi.
Faktor lainnya lagi ialah soal lokasi rumah MBR yang relatif jauh dari pusat kota serta infrastrukturnya yang belum memadai untuk mendukung aktivitas penghuni rumah. Sebenarnya, semua persoalan diatas, seperti pengadaan rumah MBR, kualitas hunian layak huni dan backlog rumah, bisa diatasi, bila kinerja Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) maksimal. Jadi, tidak perlu ada Kementerian khusus perumahan rakyat.