Program 1.000 unit rumah subsidi bagi wartawan dapat menimbulkan kesan yang kurang baik di mata publik dan berpotensi memperburuk citra media. Misalnya, wartawan dan media akan dinilai tidak lagi kritis dalam mengontrol kebijakan Pemerintah.
KoranProperti.com (Jakarta) – Sejumlah asosiasi wartawan, di antaranya Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), serta Pewarta Foto Indonesia (PFI), menolak keras program 1.000 unit rumah subsidi buat wartawan.
Menurut mereka, pemberian kuota 1.000 unit rumah subsidi untuk wartawan akan memberi kesan buruk bagi media dan profesi wartawan, seolah diistimewakan. Di lain pihak, golongan profesi lain dalam mendapatkan rumah bersubsidi, harus melalui jalur normal.
Seperti diberitakan sebelumnya, Pemerintah menggelar program 1.000 unit rumah subsidi untuk wartawan. Pemberian rumah subsidi untuk wartawan ini, merupakan hasil kerja sama antara Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) dengan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), BPS, Tapera dan BTN, dengan memakai skema FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan).
“Program rumah subsidi ini, seharusnya bukanlah berdasarkan profesi, tetapi untuk rakyat yang benar-benar membutuhkan rumah dengan kategori penghasilan, apapun profesinya. Untuk itu kami menolak keras program rumah subsidi untuk wartawan,” kata Ketua Umum Pewarta Foto Indonesia (PFI), Reno Esnir, seperti dikutip dari siaran pers yang diterima koranproperti.com, Rabu (16/4/2025).
Selain itu, Asosiasi Jurnalis juga menilai, skema rumah subsidi melalui FLPP ini diperuntukkan bagi warga negara yang memenuhi persyaratan, di antaranya yang belum memiliki rumah dengan penghasilan maksimal Rp7 juta (lajang) atau Rp8 juta (menikah). Bunganya ditetapkan secara fix sebesar 5 persen dengan uang muka 1 persen dari harga total rumah subsidi.
BACA INI: Serah Terima Rumah Subsidi Wartawan, Mei 2025 Ditargetkan 100 Unit
Ketika meluncurkan program 1.000 unit rumah subsidi untuk wartawan, Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid menyatakan bahwa program ini merupakan bentuk perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan wartawan, bukan alat politik atau upaya meredam kritik.
“Program rumah subsidi buat wartawan, jelas ini tidak ada hubungannya dengan tugas pers atau jurnalistik,” tandas Reno Esnir
Pada bagian lain, Ketua Umum AJI Nany Afrida menilai, program 1.000 unit rumah subsidi bagi wartawan dapat menimbulkan kesan yang kurang baik di mata publik. Misalnya, wartawan akan dinilai tidak kritis lagi dalam mengontrol kebijakan pemerintah, terkait soal buruknya program perumahan nasional.
Stop Rumah Subsidi Buat Wartawan
“Saya tegaskan, sebaiknya program ini dihentikan saja, biarlah rakyat atau teman-teman jurnalis yang benar-benar membutuhkan rumah bisa mendapatkannya melalui jalur kredit normal, seperti lewat Tapera atau proses KPR perbankan,” katanya.
Namun demikian, Nany mengakui wartawan sebagai warga negara memang membutuhkan rumah. Namun, menurutnya, masih banyak profesi lain yang juga membutuhkan rumah.

“Rakyat, apapun profesinya jelas membutuhkan rumah. Oleh karena itu, persyaratan kredit rumah subsidi harus berlaku untuk semua warga negara tanpa harus membedakan profesinya,” tegas Nany.
Untuk itu, dia menyarankan sebaiknya Pemerintah fokus pada harga rumah subsidi yang harganya terjangkau dan prosesnya KPRnya dipermudah bagi rakyat, sehingga target 3 juta rumah berpeluang bisa terpenuhi.
“Justru, bila negara mau memperbaiki kesejahteraan kalangan jurnalis, maka Pemerintah harus memastikan bahwa perusahaan media bisa menjalankan UU Tenaga Kerja,” ujar Nany.
BACA INI: Cisauk Menuju Kawasan Modern, Springhill Group Hadirkan Shuttle Bus
Nany juga menegaskan, Pemerintah harus memastikan upah minimum jurnalis, memperbaiki ekosistem media dan menghormati kerja-kerja jurnalis. Bila, gaji wartawan layak, maka kredit rumah dengan mudah dapat dipenuhi jurnalis, tanpa harus ada kuota 1.000 rumah subsidi buat wartawan.
Sementara itu, Ketua Umum IJTI Herik Kurniawan dengan tegas mengatakan, Pemerintah harusnya fokus kepada rakyat yang butuh rumah dengan mencari cara agar harga rumah subsidi terjangkau dan proses pelaksanaanya KPRnya sangat mudah, sehingga rakyat dari berbagai lapisan dan golongan bisa mengaksesnya.
“Kami berterima kasih atas perhatian Pemerintah kepada jurnalis. Kami berharap pemerintah bisa membantu pers dengan berbagai regulasi yang bisa membangun ekosistem media menjadi lebih baik, bukan pemberian rumah subsidi,” ucap Herik sambil menegaskan bahwa Dewan Pers tidak perlu terlibat dalam program 1.000 unit rumah subsidi, karena Dewan Pers mandatnya adalah fokus pada kinerja jurnalistik dan pers nasional.
Pada bagian akhir Herik menekankan, para wartawan sebaiknya memperoleh program kredit rumah subsidi dari Pemerintah, tetap melalui jalur normal, seperti warga negara lainnya.
“Rumah itu kan, kebutuhan pokok. Jadi, ini jelas menjadi tanggung jawab negara dan Pemerintah untuk memenuhi kebutuhan rumah rakyat,” tutup Herik.
Simak dan ikuti terus perkembangan berita dan informasi seputar dunia properti dan bahan bangunan melalui ponsel dan laptop Anda. Pastikan Anda selalu update dengan mengklik koranproperti.com dan google news setiap hari.