Kelompok yang paling merasakan dampak buruk dari kenaikan PPN 12 persen ini adalah pengembang kelas menengah dan kelompok masyarakat kelas menengah. Khusus untuk masyarakat kelas menengah, mereka akan terjepit dengan berbagai kebutuhan pokok yang juga mengalami kenaikan. Kemungkinan besar mereka akan menunda atau gagal membeli rumah. Sedangkan untuk pengembang kelas menengah akan tersandera oleh masalah kapital.
Koran Properti.com (Jakarta) – Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 menjadi 12 persen mulai berlaku 1 Januari 2025 mendatang. Kenaikan ini sejalan dengan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Hal ini disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, saat rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Kamis, 14 November 2024 lalu.
Kenaikan PPN 12 persen ini, langsung mendapat respon negatif dari sejumlah pihak dan pengembang properti nasional. Kenaikan PPN ini, disinyalir menjadi tanda ‘kiamat’ bagi sektor properti nasional di tahun 2025 mendatang.
Corporate Communication Department Head PT Modernland Realty Tbk (MDLN), Gunawan Setyo Hadi mengatakan, kenaikan PPN 12 persen akan melemahkan daya beli masyarakat terhadap rumah.
Menurut Gunawan, kenaikan PPN itu akan membuat harga properti semakin mahal. Akibatnya, masyarakat, terutama kelas menengah akan menunda beli rumah.
Untuk itu, tambah Gunawan, pihaknya sedang mencermati seberapa besar dampak buruk kenaikan PPN 12 persen terhadap penjualan atau marketing sales perseroan.
“Kami akan melihat kondisi pasar dan perkembangannya, terkait daya beli konsumen terhadap rumah,” kata dia.

Pengamat Properti Lukito Nugroho, menilai penerapan kenaikan PPN 12 persen akan melemahkan pasar properti. Penjualan properti akan terkena imbas karena harga properti akan semakin mahal.
“Kalau ada kenaikan PPN 12 persen, dapat dipastikan market properti dan konstruksi akan semakin melemah,” ujar Lukito.
Kenaikan harga properti ini terjadi, karena biaya konstruksi akan semakin meningkat. Lukito menyebut kontraktor, perencana, hingga supplier konstruksi akan terkena imbas kenaikan PPN 12 persen.
“Namun permintaan properti masih tetap ada, tapi terjadi perlambatan yaitu orang akan menunda beli rumah,” katanya.
Kelas Menengah Terjepit
Kelompok yang paling merasakan dampak buruk dari kenaikan PPN 12 persen ini adalah kelas menengah. Mereka akan terjepit dengan berbagai kebutuhan pokok yang juga mengalami kenaikan. Kemungkinan besar, kelas menengah akan menunda atau gagal dalam membeli rumah. Sedangkan untuk pengembang kelas menengah, mereka akan tersandera oleh masalah kapital. Akibatnya investasi properti akan mengalami perlambatan dan mungkin juga pembatalan.
Sedangkan bagi masyarakat kelas atas, kenaikan PPN 12 persen tidak berpengaruh secara signifikan. Kelompok kelas atas hanya akan ‘menunggu’ kebijakan baru, terkait properti dari pemerintah pada tahun 2025.
Sementara itu, pengamat properti yang juga Direktur Investasi Global Asset Management Steve Sudijanto menegaskan, kenaikan PPN akan berdampak buruk bagi harga rumah, karena meningkatnya biaya konstruksi.
“Material bangunan seperti besi, semen, beton, cat, rangka aluminum, kabel, fitting listrik, keramik, genteng, dipastikan semuanya akan mengalami kenaikan dan harga rumah ikut naik,” tukasnya.
BACA INI: Prabowo Bakal Hapus Pajak Properti, REI: Ada Kendala di Pemerintah Daerah
Biaya jasa kontraktor, sambung Steve, juga akan naik karena biasanya harga jasanya hanya sebesar 15 hingga 25 persen dari nilai kontrak Quantity Bangunan, sesuai Laporan Konsultan Quantity Surveyor.
Steve menyarankan, bila harga rumah naik, maka yang harus dikurangi adalah PPN penjualan rumah atau pemerintah wajib memberi subsidi kepada konsumen.

“Saya rasa kalau ada subsidi PPN untuk konsumen dan insentif pajak untuk developer, maka tidak akan ada perlambatan atau penundaan pembelian properti,” ucapnya.
Di tempat terpisah, Direktur Eksekutif CELIOS Bhima Yudhistira Adhinegara mengungkapkan, kenaikan PPN 12 persen, akan mengakibatkan daya beli masyarakat menurun tajam. Dampak buruk PPN 12 persen akan menimpa kelas menengah yang jumlahnya diperkirakan mencapai 35 persen.
Hotline Redaksi 0812 8934 9614