Kementerian PKP sangat kecewa dan menyesalkan tindakan sejumlah 14 pengembang rumah subsidi yang membangun hunian asal-asalan, tidak layak huni dan malfungsi.
KoranProperti.com (Jakarta) – Sebanyak 14 pengembang rumah subsidi ‘nakal’ di Jabodetabek ‘ditangkap’ Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP). Untuk selanjutnya, Kementerian PKP akan melaporkan ke 14 pengembang ini ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk segera diberikan sanksi administratif.
Penegasan itu disampaikan langsung Inspektur Jenderal Kementerian PKP Heri Jerman dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (13/12/2025). Namun, Heri tidak menyebutkan secara lengkap nama ke 14 pengembang nakal itu.
Menurut Heri, bentuk kenakalan pengembang itu di antaranya, saluran pembuangan air dibangun sangat buruk. Akibatnya, terjadi genangan air sangat tinggi di dalam kompleks perumahan ketika terjadi hujan deras. Kemudian, pondasi rumah yang tidak sesuai standar bangunan. Dampaknya, lantai keramik rumah rawan rusak.
“Dari 14 pengembang itu, masing-masing pengembang membangun sekitar 1.000 sampai 1.200 unit rumah subsidi dan itu ada di kawasan Jabodetabek,” tegas Heri sambil menambahkan, dia sangat kecewa dan menyesalkan tindakan pengembang yang membangun rumah, namun tidak layak huni dan malfungsi.
BACA INI: Berisik Rumah Gratis Semakin Tak Jelas: Rakyat Miskin Terabaikan, DPR RI Sebut Cuma Mimpi Indah
“Kami tidak akan lagi memberikan Fasilitas Likuiditas Pembuataan Perumahan (FLPP) kepada pengembang tersebut,” pungkas Heri.
Selain itu, Kementerian PKP juga akan menyerahkan laporan hasil audit pengembang ‘nakal’ ke BPK serta Aparat Penegak Hukum (APH), agar segera menindaknya dan mendapat sanksi pidana maupun perdata.
Heri atas nama pemerintah berharap, agar pengembang rumah subsidi melakukan perbaikan kualitas rumah, sebelum dijual kepada Masyarakat Penghasilan Rendah (MBR).

“Bagi pengembang yang mau merenovasi rumah-rumah yang tidak layak huni, kami akan berikan kesempatan. Jangan hanya mengejar keuntungan semata, tapi juga utamakan kualitas rumah,” ucapnya.
Sanksi Pidana dan Perdata
Seperti diketahui, para pengembang rumah subsidi yang membangun hunian ‘asal-asalan’ serta tidak sesuai standar bangunan akan menerima sanksi administratif dan denda. Hal itu tercantum dalam sejumlah UU tentang perumahan yang telah diatur pemerintah.
Dalam Pasal 134 Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, setiap orang dilarang menyelenggarakan pembangunan perumahan yang tidak membangun perumahan sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasarana, sarana, dan utilitas umum yang diperjanjikan.
Apabila pengembang melanggar ketentuan itu, maka sanksinya ada di Pasal 150 sebagaimana telah diubah dalam Pasal 50 UU Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.
Sanksi administratif yang dimaksud antara lain, Penghentian sementara atau penghentian tetap pada pengelolaan Perumahan, Membangun kembali Perumahan sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum yang diperjanjikan, Pembekuan Persetujuan Bangunan Gedung dan Penutupan lokasi.

Dalam Pasal 134, pengembang perumahan yang melanggar ketentuan peraturan di atas juga akan mendapat sanksi denda.
BACA INI: 59 Persen Tanah Dikuasai Konglomerat, Rakyat Hidup di Lahan Orang Kaya, Waduh…!!!
Di dalam Pasal 151 tertulis, setiap orang yang menyelenggarakan pembangunan Perumahan yang membangun perumahan tidak sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum yang diperjanjikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134, yang mengakibatkan timbulnya korban/kerusakan terhadap kesehatan, keselamatan dan/atau lingkungan, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp5 miliar.
Tak hanya berupa sanksi administrasi dan denda berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, pengembang juga akan dikenakan pidana penjara dan denda lainnya. Hal itu termaktub di dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Di dalam Pasal 8 tertulis bahwa pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan, serta tidak sesuai dengan janji dinyatakan dalam label, etiket keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut. Jika melanggar ketentuan itu, seperti tercantum dalam Pasal 62, pelaku usaha bisa dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar.
Simak dan ikuti terus perkembangan berita dan informasi seputar dunia properti dan bahan bangunan melalui ponsel dan laptop Anda. Pastikan Anda selalu update dengan mengklik koranproperti.com dan google news setiap hari.