Isu sebenarnya terkait soal margin bank. Kalau skemanya berubah jadi 50%:50%, margin bank akan terganggu, jika bunga sepanjang tenor hanya 5 persen. Tapi, kalau bunga dibuat dengan tearing maksimal 7 persen, maka bank tetap akan dapat margin sama seperti dengan skema lama.
KoranProperti.com (Jakarta) – Pemerintah masih akan menggunakan skema lama dalam penyaluran KPR rumah subsidi Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) tahun 2025 ini. Skema lama yang dipakai BP Tapera dan Bank Penyalur masih dengan porsi 75:25. Sampai saat ini, skema baru untuk FLPP tahun 2025 masih belum jelas kapan akan diterbitkan. Kinerja pemerintah sangat lambat…!!!
Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho mengatakan, skema baru penyaluran FLPP 2025 masih dalam persiapan dan ada beberapa perbaikan dan evaluasi akhir.
“Saat ini masih dalam pembahasan bersama seluruh stakeholder perumahan, baik Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukinan, Kementerian Keuangan, BPKP, SMF, Bank Nasional dan dukungan kebijakan dari pemerintah,” ujar Heru dalam keterangan pers yang diterima koranproperti.com, Rabu (5/2/2025).
Target BP Tapera untuk FLPP tahun 2025 ini sebanyak 220.000 unit rumah. BP Tapera menyiapkan anggaran untuk satu unit rumah sebesar 75 persen dari harga rumah dan sisanya 25 persen dari Bank Penyalur.
Total penyaluran rumah subsidi dari tahun 2010 sampai 2025 sebanyak 1.602.414 unit senilai Rp151, 65 triliun. Pada awal Februari 2025 lalu, BP Tapera sudah menyalurkan dana FLPP sebanyak 3.535 unit rumah atau senilai Rp432,031 miliar.
Heru menambahkan, pemerintah ingin melakukan redesain terhadap skema FLPP, agar MBR semakin banyak memanfaatkan dana FLPP.
BACA INI: KPR Subsidi Tersalur Rp4,45 Triliun, BP Tapera: Kualitas Rumah FLPP Masih di Bawah Standar
“Kami mengimbau kepada Bank Penyalur FLPP untuk melakukan akad kredit dengan rumah ready stock,” tukasnya sambil menambahkan, pengembang juga wajib menjaga kualitas bangunan rumah.

Sesuai peraturan perundangan, pelaku pembangunan hunian wajib membangun rumah layak huni sesuai standar dan pedoman yang diatur Menteri yang membidangi Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP). Kualitas rumah diperiksa dan dinyatakan layak huni oleh Pemda melalui penerbitan Sertifikat Layak Fungsi (SLF) sesuai ketentuan dalam Undang-Undang tentang Bangunan Gedung dan turunannya.
Simulasi Skema Baru FLPP
Sementara itu, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) juga sudah menginstruksikan Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) bersama PT Bank Tabungan Negara (BTN) untuk menyiapkan simulasi perhitungan perubahan proporsi Kredit Pemilikan Rumah dengan skema baru KPR FLPP tahun 2025 ini.
Di tempat berbeda, Subsidized Mortgage Division Head Bank BTN Budi Permana mengatakan, skema baru FLPP masih dalam proses pembahasan dengan Kementerian Keuangan, Kementerian Perumahan dan Kawasan Pemukiman serta BP Tapera.
“Pembahasan diharapkan dapat selesai dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi,” katanya.
Budi memaparkan, skema baru FLPP 2025 ini pada prinsipnya tetap memperhatikan keterjangkauan daya beli masyarakat yang berpenghasilan rendah dan tidak akan mengganggu likuiditas perbankan.
“Isu sebenarnya hanya terkait margin bank. Kalau skemanya berubah jadi 50%:50%, margin bank akan terganggu jika bunga sepanjang tenor hanya 5 persen. Tapi, kalau bunga dibuat tearing, dengan bunga maksimal 7 persen, maka bank tetap dapat margin sama seperti dengan skema lama,” tutur Budi.
BACA INI: SKMK Tetapkan Dana FLPP 2024 Rp17,02 Triliun, Fokuskan Kebutuhan Rumah MBR
Selain itu, tambah Budi, untuk sekarang ini yang menjadi fokus perhatian adalah golongan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), khususnya dalam mencicil rumah. Menurutnya, untuk memastikan kemampuan mencicil saat suku bunga yang diterapkan berjenjang, maka tenor KPR perlu diperpanjang.
Di lain pihak, Sekretaris Perusahaan PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) Primasari Setyaningrum mengatakan, pihaknya telah menerbitkan surat utang sebagai sumber likuiditas pembiayaan perumahan.
Merespon akan hadirnya skema baru FLPP 2025, Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah berharap adanya alternatif sumber-sumber pembiayaan perumahan.
“Sumber pembiayaan alternatif mutlak diperlukan, karena adanya keterbatasan fiskal negara. Untuk itu, pemerintah perlu lebih kreatif lagi menghadirkan sumber pembiayaan yang tidak hanya mengandalkan APBN,” tandas Junaidi.
Simak dan ikuti terus perkembangan berita dan informasi seputar dunia properti dan bahan bangunan melalui ponsel dan laptop Anda. Pastikan Anda selalu update dengan mengklik koranproperti.com dan google news setiap hari.