Implementasi pembebasan BPHTB perlu diperluas ke segmen kelas menengah. Mengingat, saat ini pembebasan BPHTB hanya berlaku bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
KoranProperti.com (Jakarta) – Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga kementerian yang telah ditandatangani Mendagri Tito Karnavian, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait, serta Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo, Senin (25/11/2024), secara resmi memutuskan tentang pembebasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) serta retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).
SKB ini meluncur dalam rangka mendukung program 3 juta rumah pemerintah, bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Usai penandatanganan, Tito Karnavian meminta seluruh Pemerintah Daerah (Pemda) untuk segera menetapkan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) tentang pembebasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) serta retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).
“Kami sudah dialog bersama Ketua Asosiasi Gubernur, Asosiasi Bupati, Wali Kota, DPRD Tingkat Satu, DPRD Wali Kota, DPRD Kabupaten, semua sepakat mendukung,” kata Tito sambil menambahkan target penetapan Perkada serta percepatan penerbitan PBG ini, paling lambat selesai Desember 2024.
Tito menjelaskan BPHTB dan retribusi PBG diatur berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD).
“Pembebasan ini merujuk pada Pasal 44 UU Nomor 1 Tahun 2022, serta Pasal 63 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,” tegas Tito
Harga Rumah Terkoreksi
Pemerintah pusat dan Pemda, sambung Tito, wajib memberikan kemudahan perizinan bagi badan hukum yang mengajukan rencana pembangunan perumahan MBR.
“Adapun kriteria MBR diatur dalam Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 22/Kpts/M/2023 tentang Besaran Penghasilan MBR dan Batasan Luas Lantai Rumah Umum dan Rumah Swadaya,” pungkas Tito.
Sementara itu, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait mengungkapkan, terkait pembebasan PBG dan BPHTB, dia akan segera berkoordinasi dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, membahas kemungkinan merevisi harga rumah subsidi.
“Saya akan koordinasi dengan Menteri Keuangan untuk membahas revisi harga rumah subsidi,” jelas Ara.
Ara menegaskan, saat ini harga rumah subsidi diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan atau PMK No.60 Tahun 2023 tentang tentang Batasan beberapa jenis dan tipe rumah secara yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN.
BACA INI: Menteri PKP Gembar-gembor Rumah Gratis, Dampaknya Pengembang Bisa ‘Bubar’ di Tahun 2025
Di lain pihak, Dewan Pengurus Pusat (DPP) Realestate Indonesia (REI) menyambut baik rencana pemerintah membebaskan biaya PBG dan BPHTB.
Wakil Ketua Umum DPP REI Bambang Ekajaya menjelaskan bahwa keputusan itu bakal memangkas harga properti hingga 16 persen.
Seperti diketahui, saat ini pemerintah juga sudah menerapkan insentif PPN ditanggung pemerintah (PPN DTP). Apabila PPN resmi naik menjadi 12 persen, maka potongan harga yang bakal dirasakan konsumen mencapai 17 persen.
“Harga properti bisa diskon sampai dengan 17 persen yang terdiri dari (pemangkasan) PPN 12 persen (program PPN DTP) dan BPHTB 5 persen. Ini akan bisa berkontribusi ke program 3 juta rumah pemerintah,” tutur Bambang.
Namun demikian, Bambang berharap implementasi pembebasan BPHTB perlu diperluas lagi ke segmen kelas menengah. Mengingat, saat ini pembebasan BPHTB hanya berlaku untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
“Padahal yang dibutuhkan pengembang, bila memungkinkan seperti PPN DTP juga bisa berlaku untuk properti sampai dengan harga Rp5 miliar, sehingga pasar non-MBR dapat bergerak untuk menunjang target program 3 juta rumah pemerintah,” tutup Bambang.
Simak dan ikuti terus perkembangan berita dan informasi seputar dunia properti dan bahan bangunan melalui ponsel dan laptop Anda. Pastikan Anda selalu update dengan mengklik koranproperti.com dan google news setiap hari.