Tampaknya Kementerian PKP asyik ‘bergantengan tangan’ dengan para pengembang besar dan konglomerat untuk membangun rumah rakyat.
Oleh: Gusti Maheswara
‘Ledakan’ euphoria Kementerian PKP bersama sejumlah kementerian lain dan lembaga yang terkait dengan sektor perumahan nasional, begitu dahsyat. Hal ini terjadi gegara Pemerintah Qatar membantu membangun satu juta unit rumah di Indonesia.
Euphoria ini, seolah-olah negeri Timur Tengah itu menjadi ‘Dewa Penolong’ dalam mengatasi permasalahan kronis perumahan nasional, dari sisi pendanaan. Benarkah demikian?
Di sisi lain, tampaknya Menteri PKP asyik ‘bergantengan tangan’ dengan para pengembang besar dan konglomerat untuk membangun rumah rakyat, dalam upaya menyukseskan program tiga juta rumah per tahun yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto.
Ada kesan, Menteri PKP mengabaikan pengembang kecil dan menengah, yang faktanya selama ini berperan sangat besar dalam menyokong perumahan untuk rakyat miskin dan MBR.
Seperti telah diberitakan sejumlah media, Menteri PKP sudah meneken nota kesepahaman atau momerandum of understanding (MoU) dengan Pemerintah Qatar,Rabu (8/1/2025).

BACA INI: Harga Rumah Subsidi Tidak Naik, Rumah MBR Hanya Untuk Masyarakat Berpenghasilan Rp8 Jutaan ke Bawah
Wakil Menteri PKP Fahri Hamzah tidak menyebut secara detail nilai investasi yang akan dikucurkan Pemerintahan Qatar untuk membangun satu rumah. Selain itu, dia juga tidak mengungkapkan secara terbuka, untuk siapa bantuan satu juta rumah tersebut, apakah untuk golongan atas, menengah, MBR atau rakyat miskin? Bahkan, Fahri meyakini masih ada investor dari negara lain yaitu Uni Emirat Arab (UEA) dan Tiongkok.
Siapa Diuntungkan Investor Asing?
Hal tersebut di atas, tentu perlu disampaikan secara gamblang oleh Kementerian PKP, agar para pengembang besar maupun kecil dan menengah, segera melakukan perencanaan yang tepat dan benar dalam rangka mendukung program tiga juta rumah per tahun yang dicanangkan Presiden Prabowo.
Selain itu, rakyat juga harus diberikan penjelasan atau sosialisasi yang lengkap, terkait bantuan satu juta rumah dari Qatar. Hal ini perlu dilakukan, agar rakyat tidak salah persepsi dalam menafsirkan bantuan satu juta rumah dari Qatar.

Perlu diketahui bahwa setiap investor asing yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia di sektor perumahan, tentu saja ada perjanjian khusus yang meliputi aspek bisnis komersial yang menguntungkan pihak investor. Lantas, siapa yang akan diuntungkan dengan hadirnya investor asing di sektor perumahan nasional ini?
Jauh hari sebelumnya, Ketua Satuan Tugas (Satgas) Perumahan Hashim Djojohadikusumo mengungkapkan bahwa Qatar dan Uni Emirat Arab (UEA) bersedia ikut membiayai penyediaan 7 juta unit perumahan bagi masyarakat Indonesia.
Target membangun tiga juta rumah per tahun merupakan ambisi besar yang hanya bisa berhasil bila ada kolaborasi dengan semua pihak pemangku kepentingan (stakeholder).
Untuk mewujudkan hal itu, Menteri PKP Maruarar Sirait wajib melibatkan pengembang kecil dan menengah, jangan justru mengabaikannya karena terbuai dengan dana investasi investor asing.
Potensi pengembang kecil dan menengah sangat besar dalam mempercepat pembangunan rumah, terutama untuk rakyat miskin dan MBR.
BACA INI: Harga Rumah Tahun ini Berpotensi Naik 5 Persen, Kenaikan PPN Ganggu Industri Properti Nasional
Namun faktanya, pemerintah masih cenderung berpihak para korporasi besar dan investor asing. Bila Pemerintah memberikan dukungan penuh kepada pengembang kecil maupun menengah, maka peluang untuk mencapai program tiga juta rumah bagi MBR dan rakyat miskin, kemungkinan besar bisa tercapai dalam waktu yang relatif cepat.
Dampak lainnya ialah akan memperluas lapangan kerja lokal, pemberdayaan ekonomi daerah, dan mempercepat distribusi pembangunan nasional. Sejak menjabat sebagai Menteri PKP, sepertinya Menteri PKP belum menunjukkan keberpihakan secara total terhadap pengembang kecil dan menengah.

Hambatan Program Rumah Rakyat
Adapun hambatan yang dialami pengembang kecil dan menengah dalam membangun rumah rakyat, di antaranya ialah dukungan pemerintah yang belum maksimal, permodalan yang terbatas dan soal perizinan yang masih birokratif serta masih adanya pungli.
Selain itu, masih ada beberapa aturan yang merugikan keberadaan pengembang kecil dan menengah, akibatnya program perumahan rakyat jadi terhambat. Adapun aturan itu antara lain adalah adanya syarat keanggotaan asosiasi pengembang untuk ikut program rumah subsidi. Keanggotaan ini memerlukan biaya, padahal manfaatnya sangat minim, hanya sekadar formalitas administratif.
Kemudian, sulitnya masyarakat bawah mendapatkan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) karena syarat yang terlalu birokratif seperti status karyawan tetap dan slip gaji. Ini sangat sulit dipenuhi oleh pekerja kontrak dan pekerja lepas.
Banyak kasus, pengajuan KPR oleh pekerja lepas dan usaha informal ditolak bank, walaupun saldo rekening mereka cukup besar tiap bulan. Bahkan, pengajuan KPR karyawan tetap di perusahaan kecil, juga ada yang ditolak bank.
Skema pembiayaan dengan bunga rendah tanpa persyaratan yang tidak birokratif, tentu akan sangat membantu masyarakat untuk memiliki rumah. Menteri PKP wajib berpihak kepada pengembang kecil dan menengah serta masyarakat miskin yang membutuhkan hunian. Kalau ini terealisasi, maka dapat dipastikan Menteri PKP akan berhasil menciptakan kesejahteraan dan keadilan di sektor properti nasional. Kita tunggu saja…!!!
Penulis Pengamat Properti
Simak dan ikuti terus perkembangan berita dan informasi seputar dunia properti dan bahan bangunan melalui ponsel dan laptop Anda. Pastikan Anda selalu update dengan mengklik koranproperti.com dan google news setiap hari.
Hotline Redaksi 0812 8934 9614