Lonjakan harga rumah dan apartemen akan lebih tinggi dibandingkan kenaikan PPN, dan itu bukan hanya berpengaruh kepada harga jual rumah, tetapi juga harga sewa apartemen.
KoranProperti.com (Jakarta) – Harga rumah subsidi maupun non subsidi tahun ini (2025), berpotensi naik sekitar 3 sampai 5 persen. Kenaikan ini disebabkan oleh salah satunya kenaikan PPN menjadi 12 persen. Kenaikan PPN menjadi 12 persen ini, jelas sangat mengganggu industri properti nasional.
Kenaikan harga rumah ini, juga akan berdampak kepada sektor konstruksi yang menjadi salah satu pemasok bahan material bangunan serta ‘merusak’ fundamental perekonomian nasional, khususnya daya beli masyarakat.
Wakil Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI), Bambang Ekajaya menyebut, lonjakan harga rumah dan apartemen akan lebih tinggi dibandingkan kenaikan PPN, dan itu bukan hanya berpengaruh kepada harga jual rumah, tetapi juga harga sewa apartemen.
“Untuk properti, saya memprediksi kenaikannya antara 3 sampai 5 persen,” ujar Bambang seperti dikutip Liputan6.com, Kamis (28/11/2024).

Menurut Bambang, kenaikan PPN akan berdampak ganda (multiplier effect), khususnya bagi sektor perumahan.
BACA INI: Menteri PKP Jangan Cuma Janji Doang, Pembangunan Rumah 2024 Terhambat Gegara Ini…!!!
“Building material pasti naik, upah tenaga kerja untuk bangunan juga akan naik. Pastinya, ini akan memberatkan calon pembeli rumah yang saat ini daya belinya sudah semakin melemah,” katanya.
Selain itu, tambah Bambang, kenaikan PPN ini akan berimbas kepada semua transaksi penjualan dan pembelian produk, mulai dari makanan dan minuman, pakaian, apartemen, ruko, hingga sewa hunian.
Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen tahun 2025 mendatang, diproyeksikan akan mampu menambah penerimaan negara hingga Rp75 triliun. Angka tersebut setara dengan kenaikan sekitar 15 persen dari prakiraan realisasi PPN pada tahun 2024 lalu.

Aktivitas Ekonomi 2025 Menurun
Sementara itu, Senior Economist Bright Institute Awalil Rizky mengungkapkan, tambahan penerimaan anggaran negara yang diproyeksikan dari PPN 12 persen sebesar Rp75 triliun pada tahun 2025, tidak cukup untuk memenuhi target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.
“Peningkatan PPN 12 persen berpotensi menurunkan aktivitas ekonomi, sehingga tambahan Rp75 triliun itu akan sulit dicapai,” ujar Awalil dalam forum webinar yang digelar Rabu (27/11/2024) lalu.
Bright Institute menilai, realisasi penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) pada tahun 2024 lalu hanya mencapai Rp1.060 triliun atau 93 persen dari target APBN. Sementara itu, penerimaan dari PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) diperkirakan hanya mencapai Rp763 triliun atau 94 persen dari target.
“Kebutuhan dana tahun 2025 akan lebih tinggi dan anggaran negara akan sulit mendapat penerimaan dari sektor lain, seperti perkiraan pemerintah sebelumnya yang sebenarnya sudah pesimis dibanding target awal APBN tahun 2024 lalu yang sangat optimis,” ujar Awalil.
Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, sambung Awali, memiliki rencana belanja yang jauh lebih besar melalui program-program baru, sehingga tekanan untuk meningkatkan pendapatan negara menjadi lebih tinggi.

Menurut Awalil, kebijakan menaikkan PPN dan pemberlakuan kembali tax amnesty yang baru dilakukan dua tahun lalu, mencerminkan upaya pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara.
BACA INI: Kecemasan Hantui Rakyat, Harga Rumah Subsidi 2025 Belum Ada Kepastian…!!!
“Kenaikan PPN dinilai menjadi salah satu cara untuk memenuhi target anggaran negara tahun 2025, walaupun akibatnya berdampak buruk pada sektor perekonomian rakyat,” tukas Awali.
Sementara itu, berdasarkan data Norada Real Estate Investment, pada tahun 2025, pasar perumahan diperkirakan akan bangkit dengan kenaikan harga rumah berkisar antara 1 hingga 2 persen di atas tingkat inflasi nasional.
Kenaikan ini terjadi karena kombinasi berbagai faktor seperti kenaikan pendapatan riil, suku bunga perbankan, dan peningkatan keterjangkauan lokasi perumahan karena faktor infrastruktur.

Sistem membangun rumah juga diperkirakan akan berubah pada tahun 2025. Teknologi baru seperti pencetakan 3D, komponen struktural buatan pabrik, dan perangkat lunak yang meminimalkan pemborosan material, kemungkinan akan semakin umum terjadi dalam industri konstruksi. Metode ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas bangunan sekaligus mempercepat jadwal konstruksi bangunan.
Simak dan ikuti terus perkembangan berita dan informasi seputar dunia properti dan bahan bangunan melalui ponsel dan laptop Anda. Pastikan Anda selalu update dengan mengklik koranproperti.com dan google news setiap hari.