Menanggapi kasus Pinjol, Menteri PKP Maruarar Sirait berjanji akan melakukan rapat dalam jaringan (daring) dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), 7 Januari 2025 dan bertatap muka tanggal 10 Januari 2025.
KoranProperti.com (Jakarta) – Menteri PKP Maruarar Sirait diharapkan sejumlah pihak yang terkait dengan sektor perumahan, jangan cuma janji doang dalam menanggapi macetnya pembangunan perumahan nasional tahun 2024, tetapi juga harus bertindak tegas, tepat dan cepat.
Sudah menjadi rahasia umum selama bertahun-tahun, penyebab utama macetnya pembangunan sektor perumahan nasional disebabkan oleh adanya pungutan liar (pungli) dalam soal administrasi perizinan pembangunan rumah, Surat Pelepasan Hak (SPH) lahan yang mahal, serta pinjaman online alias pinjol.
Ketua Asosiasi Pengembang Rumah Sederhana Sehat Nasional Jaya (Appernas Jaya) Andre Liwan Muhammad menyebutkan ‘penyakit kronis’ yang mengganggu pembangunan rumah nasional jadi terhambat, salah satunya adalah Surat Pelepasan Hak (SPH) yang sangat mahal.
Andre mengungkapkan, biaya SPH yang diminta untuk proyek perumahannya di Kota Serang mencapai Rp5.000 per meter.
“SPH yang diminta ini sangat mahal buat lahan saya yang ada di Kota Serang. Saya dimintai SPH Rp5.000 per meter,” ujar Andre sambil menyebutkan, lahan yang dia miliki di Kota Serang sekitar 9,2 hektare.
“Teman-teman di Serang mengeluhkan mahalnya biaya SPH ini. Bukan hanya SPH, pinjaman online (pinjol) juga menghambat calon pembeli rumah melakukan akad Kredit Pemilikan Rumah (KPR), serta masih adanya pungli dalam pengurusan administrasi perizinan pembangunan perumahan,” tandas Andre saat mendampingi Menteri PKP Maruarar Sirait berkunjung ke perumahan subsidi di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Minggu (29/12/2024) lalu.

Hal yang sama juga disampaikan Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Nixon LP Napitupulu. Dia menyebut lebih dari 30 persen akad Kredit Pemilikan Rumah (KPR) gagal karena pinjol.
Janji Menteri PKP
Menanggapi kasus pinjol ini, Menteri Ara berjanji akan melakukan rapat dalam jaringan (daring) dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tanggal 7 Januari 2025 dan bertatap muka pada 10 Januari 2025.
“Kita usahakan mencari solusinya. Tugas menteri kan juga sebagai fasilitator. Kalau ada masalah dari pengembang, tentu kita harus bantu,” janji Ara.
Menteri Ara juga menegaskan, akan menindaklanjuti kasus pungli dalam proses pembangunan perumahan, seperti SPH kepada Kepolisian. “Saya akan laporkan ke polisi untuk segera memproses kasus SPH, pungli dan sejumlah kasus terkait soal adminitrasi perizinan pembangunan perumahan,” kata Ara.
Di sisi lain, sejumlah pengembang perumahan juga mendesak Pemerintah untuk segera mencairkan anggaran Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) di bulan Januari tahun 2025.
Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Real Estat Indonesia (REI) Joko Suranto menginginkan tanggal 2 Januari 2025 mendatang, penyaluran FLPP sudah bisa direalisasikan.
‘Kami sebagai asosiasi juga mengharapkan perbankan untuk memberikan bantuan FLPP, agar Pemerintah tidak bergantung hanya kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),” ungkap Joko.
Seperti diketahui, pemerintah melalui Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) akan menyalurkan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) FLPP sebesar Rp28,2 triliun untuk 220.000 unit rumah pada tahun 2025 mendatang melalui 39 Bank penyalur FLPP.

BACA INI: Kecemasan Hantui Rakyat, Harga Rumah Subsidi 2025 Belum Ada Kepastian…!!!
Sementara itu, Direktur Pembiayaan Perumahan BP Tapera Imam Syafii Toha menegaskan, seluruh Bank penyalur FLPP sudah menyatakan kesiapannya dengan skema komposisi 50:50 agar optimalisasi penyaluran dana KPR bisa lebih besar.
“Pengaturan skema ini sangat penting, karena adanya keterbatasan sumber pembiayaan dari APBN,” ujar Imam.
Imam memaparkan, skema saat ini dengan komposisi 75:25 hanya akan menghasilkan 220.000 unit rumah. Namun, jika skemanya diubah menjadi 50:50, maka porsi pendanaan KPR FLPP bisa mendanai 330.000 unit rumah di tahun 2025 mendatang.
Merespon perubahan skema yang disampaikan Imam, Menteri Ara berharap dengan terjadinya perubahan skema dalam proporsi anggaran FLPP, maka akan bisa menghemat dan tidak membebani dana APBN.
Menanggapi hal ini, Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Nixon LP Napitupulu menyatakan, BTN siap mengikuti perubahan proporsi anggaran Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) menjadi 50:50 untuk tahun 2025 mendatang.

Simak dan ikuti terus perkembangan berita dan informasi seputar dunia properti dan bahan bangunan melalui ponsel dan laptop Anda. Pastikan Anda selalu update dengan mengklik koranproperti.com dan google news setiap hari.
Hotline Redaksi 0812 8934 9614