Mafia birokrasi dan mafia properti seringkali membuat pengusaha properti kesulitan menjalankan tugasnya untuk ikut berkontribusi dalam memajukan perekonomian Indonesia, melalui sektor properti.
Oleh: Gusti Maheswara
Properti merupakan salah satu faktor strategis yang mampu meningkatkan pembangunan ekonomi negara. Namun, dalam pelaksanaannya acapkali terjadi penyimpangan pada proses sebelum maupun sesudah pembangunan properti dilakukan, akibatnya negara mengalami kerugian besar, serta rakyat tak lagi memiliki kesempatan untuk mempunyai rumah murah layak huni.
Menteri PKP Maruarar Sirait harus paham bahwa dalam proses pembangunan sektor properti, baik rumah rakyat bersubsidi maupun hunian yang dikembangkan pengembang swasta, akan selalu ada potensi atau ‘modus’ korupsi yang dilakukan oknum-oknum tertentu maupun sekelompok orang yang memiliki otoritas di sektor properti.
Contohnya ialah biaya-biaya ‘siluman’ dalam proses pembangunan properti. Disinilah muncul tindak pidana korupsi. Selain itu, tindakan korupsi secara masif juga dapat terjadi pada saat pembebasan lahan untuk pembangunan perumahan yang akan dilakukan pengembang, maupun oknum pejabat negara yang berkaitan dengan pembangunan rumah rakyat.
Contohnya ialah aktivitas perburuan rente. Di sini mafia properti berkolusi dengan oknum pemerintah, calo, dan preman. terutama dalam proses perizinan pembangunan properti dan penguasaan lahan.
BACA INI: Menelusuri ‘Lingkaran Setan’ Sektor Properti Nasional
Budaya kolusi dan nepostisme perburuan rente yang terus-menerus dilakukan sejumlah oknum tertentu ini, menjadikan mafia properti di Indonesia semakin menggurita. Akibatnya, keuangan negara mengalami kebocoran setiap tahun sekitar Rp449 miliar atau 13.13 persen. (sumber repository.ipb.ac.id)
Hari ini, sektor properti sedang mengalami tantangan cukup berat, karena dalam beberapa tahun terakhir pertumbuhan industri properti masih loyo dan tidak menggairahkan pengembang untuk bergerak lebih cepat mengembangkan perumahan nasional, khususnya rumah rakyat terjangkau.
Asosiasi Pengembang Eeal Estat Indonesia (REI) yang belum lama ini menjalani masa transisi suksesi kepemimpinannya, dipastikan akan menghadapi sejumlah problematika baru. Sejumlah tantangan industri properti perlu segera dicarikan solusinya dengan tepat dan benar, karena industri properti memiliki kaitan dengan lebih dari 175 sektor industri lainnya.
Industri properti di Indonesia berperan sangat strategis dalam menumbuhkan perekonomian nasional. Sejumlah hasil penelitian kampus melaporkan, ada sejumlah potensi korupsi dalam pengurusan izin dan penguasaan lahan untuk pembangunan properti. Salah satu contohnya ialah kasus korupsi yang melibatkan petinggi Superblok Meikarta yang terjadi beberapa waktu lalu.
Fakta tindak pidana korupsi di sektor properti, lebih didominasi mafia birokrasi perizinan. Persoalan ini tidak pernah tuntas dari tahun ke tahun. Selain itu, berbagai paket regulasi yang diterbitkan pemerintah, banyak disalahgunakan oknum-oknum birokrat di lapangan yang ‘kongkalikong’ dengan mafia properti.
Skandal Korupsi Properti
Penulis menilai, mafia birokrasi yang bersifat predator di level lokal dan keberadaan mafia properti di lapangan merupakan ‘Penguasa Dwitunggal’, terutama dalam pengurusan izin dan pembangunan properti di sejumlah wilayah tertentu.
Mafia birokrasi dan mafia properti, inilah yang seringkali membuat pengusaha properti kesulitan menjalankan tugasnya untuk ikut berkontribusi dalam memajukan perekonomian Indonesia, melalui sektor properti.
BACA INI: Kendala Sistemik Perumahan Rakyat Menuju Indonesia Emas 2045
Mafia birokrasi perizinan di sektor properti dan mafia properti di sektor penguasaan lahan, sudah seharusnya dibasmi sampai tuntas oleh Kementerian PKP, agar pengembang properti tidak terus-menerus menjadi pesakitan yang mengakibatkan gagalnya pertumbuhan industri properti nasional.

Regulasi properti yang dibuat Pemerintah maupun Parlemen, isinya harus tegas dan jelas serta bersifat mengancam bagi mafia birokrasi perizinan maupun mafia properti di lapangan yang menguasai lahan.
Seperti diketahui, tingkat kebutuhan hunian di Indonesia sangat besar, terutama rumah rakyat dengan harga terjangkau. Nah, karena tingkat kebutuhan rumah yang tinggi ini, maka mafia birokrasi perizinan dan mafia properti penguasaan lahan, akan semakin ‘nikmat’ memeras pengembang dan ‘menelikung’ regulasi industri properti.
Berikut ini skandal besar industri properti yang pernah terjadi di Indonesia:
- Kasus suap perizinan megaproyek fenomenal Meikarta menyeret Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro. Kasus tersebut menambah daftar petinggi perusahaan properti dari pengembang ternama yang terjerat kasus hukum.
- Tahun 2016, skandal kasus suap Reklamasi Teluk Jakarta melibatkan bos properti PT Agung Podomoro Land. Dalam kasus ini, Presiden Direktur Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja diduga melakukan penyuapan senilai Rp2 miliar terhadap anggota DPRD DKI Muhammad Sanusi.
- Tahun 2015, Direktur PT Ciputra Optima Mitra Rudiyanto terlibat kasus tukar guling tanah yang melibatkan Walikota Tegal Ikmal Jaya. Taksiran kerugian negara dari kasus yang melibatkan anak usaha gurita bisnis Ciputra Group ini mencapai Rp35 miliar.
Penulis Pengamat Properti
Simak dan ikuti terus perkembangan berita dan informasi seputar dunia properti dan bahan bangunan melalui ponsel dan laptop Anda. Pastikan Anda selalu update dengan mengklik koranproperti.com dan google news setiap hari.
Hotline Redaksi 0812 8934 9614